Rabu, 20 Juni 2012

Mengenal Perbandingan Windows 7 Starter, Home Basic/Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate


Windows 7 sudah resmi dirilis hampir dua  tahun yang lalu, tetapi mungkin sebagian belum tahu tentang beberapa edisi Windows 7yang banyak beredar. Tidak jarang Laptop baru disertakan dengan Windows 7 StarterTahukah apa beda edisi ini dengan yang lain? Terdapat paling tidak 6 edisi Windows 7, yaitu :Windows 7 StarterHome BasicHome PremiumProfessional,Enterprise dan Ultimate, lalu apa perbedaannya?
Mengenal Perbandingan Windows 7 Starter, Home Basic/Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate Image
Meskipun terdapat 6 edisi yang berbeda, 3 edisi yang paling banyak beredar adalah Windows 7 Home Premium, Professional dan Ultimate. Sebenarnya edisi apapun, semua fitur windows 7 sudah ada didalamnya, hanya saja fitur-fitur tersebut hanya diaktifkan menyesuaikan edisi-nya. Untuk mengupgrade ke fitur atasnya, tidak perlu menggunakan DVD baru tetapi bisa menggunakan Windows Anytime Upgrade.
Mengenal Perbandingan Windows 7 Starter, Home Basic/Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate Image
Untuk mempermudah mengetahui perbedaan masing-masing edisi, berikut penjelasan singkat masing-masing edisi Windows 7.

Windows 7 Starter


Target: Seluruh dunia, biasanya           Mengenal Perbandingan Windows 7 Starter, Home Basic/Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate Image                                                                  hadir dengan paket komputer baru (laptop/netbook) Fitur Utama (kunci): Taskbar, Jump list, Windows Media Player, Backup & restore, Action Center, Device Stage, Play to, Fax anda Scan dan Game sederhana. 
Keterbatasan: tidak ada Aero glass, berbagai fitur modifikasi desktop, windows touch, media center, live thumbnail preview, home group creation, tidak ada Multi bahasa, maksimal RAM 2 GB, tidak terseda versi 64bit. 
Harga: Kisaran $50 (di Indonesia).
Dengan windows 7 starter, pengguna tidak bisa mengubah wallpaper atau theme windows. Pada awalnya Windows 7 Starter dibatasi hanya bisa menjalankan 3 program satu waktu, tetapi akhirnya keterbatasan ini dihilangkan, sehingga pengguna tetap bisa menjalankan banyak program dalam satu waktu, dibatasi jumlah memory saja.
Untuk edisi 32 bit, semua windows selain windows starter mempunyai batas maksimal RAM atau Memory 4 GB. Untuk edisi64 bit, lebih tinggi dan berbeda-beda.

Windows 7 Home Basic


Mengenal Perbandingan Windows 7 Starter, Home Basic/Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate ImageTarget: Untuk Wilayah tertentu saja, seperti di Indonesia. Fitur Utama (kunci): Multiple monitor, fast user switching (berganti user), desktop wallpaper, desktop windows manager, network printing, internet connection sharing, sebagian windows aero. 
Keterbatasan: Tidak bisa membuat Homegroup baru, tidak disertakan DVD decoder ( MPEG-2 dan Dolby Digital), tanpa multi touch, premium games, Windows Media center, tidak ada Multi bahasa, dukungan Windows Aero tidak penuh. 
Harga: Kisaran $80 (di Indonesia).

Windows 7 Home Premium


Mengenal Perbandingan Windows 7 Starter, Home Basic/Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate ImageTarget: Global Fitur Utama (kunci): Aero Glass, Aero Background, Windows Touch, Membuat Home group baru, Media Center, DVD Playback dan pembuatan, premium games dan Mobility Center. 
Keterbatasan: Domain join, Remote desktop host, backup dari jaringan, Encryption File System, Offline Folder. 
Harga: Kisaran $110 (di Indonesia).

Windows 7 Professional


TaMengenal Perbandingan Windows 7 Starter, Home Basic/Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate Imagerget: Pengguna IT menengah keatas. Fitur Utama (kunci): Windows XP Mode, Domain Join, Remote desktop host, location aware printing, mobility center, presentation mode, offline folder. 
Keterbatasan: BitLocker, BitLocker toGo, AppLocker, Direct Access, Branche Cache, MUI Language Pack, booting dari VHD. 
Harga: Kisaran $150 (di Indonesia).
Windows 7 Professional menawarkan semua fitur edisi dibawahnya. Juga mulai ada fitur Windows XP Mode yang tidak disediakan di edisi dibawahnya.

Windows 7 Enterprise


Mengenal Perbandingan Windows 7 Starter, Home Basic/Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate ImageTarget: Pelanggan Bisnis ( volume-licenses).Fitur Utama (kunci): BitLocker, BitLocker To Go, AppLocker, Direct Access, Branche Cache, MUI language packs, boot from VHD. 
Keterbatasan: Lisensi Retail.
Selain perbedaan mengenai lisensi, Windows 7 Enterprise mempunyai fitur yang sama dengan Windows 7 Ultimate.

Windows 7 Ultimate


Mengenal Perbandingan Windows 7 Starter, Home Basic/Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate ImageTarget: Retail market, ketersediaan terbatas.Fitur Utama (kunci): semua fitur windows 7 edisi sebelumnya ditambah dengan BitLocker, BitLocker To Go, AppLocker, Direct Access, Branche Cache, MUI language packs, boot from VHD. 
Keterbatasan: Volume Licensing.
Diatas adalah beberapa fitur utama atau penting yang bisa dijadikan gambaran. Tiap edisi windows diatasnya menyertakan semua fitur edisi windows dibawahnya, dan keterbatasan tiap edisi yang dijelaskan diatas, biasanya ada di edisi windows atasnya. Untuk mengetahui perbedaan masing-masing edisi. Semoga bermanfaat.
Jika Ingin bergabung di Komunitas Group BBM FastNcheap yang di buat oleh penulis, dapat di scan barcode di bawah ini. Di harapkan bisa menjadi sarana tukar informasi seputar berita-berita TI.

Selasa, 19 Juni 2012

Perawatan Software Komputer



1.Disk Clean Up
Adalah tool yang di gunakan untuk menghapus file – file temporary, compressed file dan file system yang sudah tidak di gunakan lagi.
Tool ini akan otmatis menghilangkan nya dari drive yang kita clean, sehingga free space pada harddisk akan meningkat.
Cara melakukan disk clean up adalah :
*Klik kanan drive yang akan di clean Properties lalu klik disk clean up centang semua option Ok
2.ScanDisk
Adalah tool yang di gunakan untuk memeriksa struktur file system table alkasi file ( file allocation table ) dan untuk mengetahui ada atau tidaknya “ Bad Sector ”. Scandisk akan berjalan dengan otomatis setiap start jika computer tidak di matikan dengan benar.
3.Antivirus
Adalah sebuah jenis perangkat lunak yang di gunakan untuk mendeteksi dan menghapus virus computer dari system computer. Aplikasi ini dapat menentukan apakah sebuah system computer telah terinfeksi dengan sebuah virus atau tidak. Umumnya perangkat lunak ini berjalan di latar belakang ( backgroun ) dan melakukan pemindaian terhadap semua berkas yang di akses ( di buka, modifikasi, atau ketika di simpan ).
Beberapa contoh Antivirus:
1.Avira             4.Kaspersky
2.Ansav           5.Smadav
3.AVG            6.PC Mav, dll.
4.Tune Up Utility
Merupakan salah satu software tambahan yang dapat di gunakan dalam perawatan PC. Dalam software ini, selain menu untuk melakukan disk defragmenter juga terdapat menu untuk mendeteksi pada registry sekaligus perbaikan.
5.Defragmenter
Adalah tool yang d gunakan untuk mengatur struktur atau tata letak file, sehingga dapat mengurangi fragmentasi sebuah space hardisk. Disk Defragmenter sebaiknya di lakukan secara berkala.
Cara melakukan Defragmenter adalah :                                                                                                         * Start → All Programs → Accessories → System tool → disk defragmenter.
6.Format harddisk
Pemformatan terhadap harddisk di perlakukan untuk memperbaiki dan membersihkan ruang pada harddisk. Pemformatan di lakukan menggunakan software yang di sesuaikan dngan merk harddisk.

Fungsi Dasar Sistem Operasi

1.Resource allocator
Berfungsi sebagai program pengendali yang bertujuan untuk menghundari kekeliruan dan pengguna computer yang tidak perlu.
2.Resource Manager
Berfungsi untuk mengalokasi sumber daya seperti Memory, CPU, Printer, Disk drive dan perangkat lain.
3.Interface
Berfungsi sebagai perantara antara pengguna dengan hardware untuk menyediakan lingkungan yang bersahabat ( user friendly ).
4.Coordinator
Berfungsi untuk menyediakan fasilitas sehingga aktifitas yang kompleks dapat di atur untuk di kerjakan dalam urutan yang telah di susun sebelumnya.
5.Guardian
Berfungsi untuk menyediakan control akses yang melindungi file dan memberi pengawasan pada pembacaan atau penulisan atau eksekusi data dan program.
6.Gate Kepper
Berfungsi untuk mengendalikan siapa saja yang berhak masuk ke dalam system dan mengawasi tindakan apa saja yang dapat mereka kerjakan ketika telah log dalam system.
7.Optimizer
Berfungsi untuk menjadwalkan pemasukan oleh pengguna, pengakses baris data, proses komputasi dan pengeluaran untuk meningkatkan kegunaan.
8.Accounting
Berfungsi untuk mengatur CPU, Penggunaan memory, Pemanggilan input output, Disk Storage dan waktu koneksi terminal.
9.Server
Berfungsi untuk mengendalikan layanan yang sering di butuhkan pengguna baik secara eksplisit maupun inplisit.   

Undang-undang Kesehatan dan keselamatan kerja

UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
(1) "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2;
termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan tempat kerja tersebut;
(2) "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
(3) "pengusaha" ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang mewakili berkedudukan di luar Indonesia.
(4) "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Mneteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini.
(5) "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(6) "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r.diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
Pasal 3
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 5
(1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 6
(1) Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
(2) Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 8
(1) Pengurus di wajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
(2) Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
(3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB V
PEMBINAAN

Pasal 9
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
(4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB VII
KECELAKAAN
Pasal 11
(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2) Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja;
b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d.Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khususditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;

b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
(1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 18
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970
Sekretaris Negara Republik
Indonesia,
ALAMSYAH

Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Lingkungan Hidup !!!

kesehatan dan keselamatan kerja

A. Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
A. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang.
  • Menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
  1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,pekerjaan).
  2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
  3. 3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan
  4. 4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
  • Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum,konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
  • Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja  beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental,  maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan  lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
B. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam : ada yang
menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat
K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
C. Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
  1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
  2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
D. Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
  • Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
  • Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
  1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
  2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan
  3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
  4. Proses produksi
  5. Karakteristik dan sifat pekerjaan
  6. Teknologi dan metodologi kerja
  • Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
  • Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

B. Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global
1. Dalam bidang pengorganisasian
Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen : departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
  1. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan
  2. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
  3. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit ;Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.Kasubdit konstruksi bangunan,instalasi listrik dan penangkal petir,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan
  4. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ;Kasubdit Kesehatan tenaga kerja,Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll)
2. Dalam bidang regulasi
Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :
  1. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
  2. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  3. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
  4. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
  5. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
  6. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
  7. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
3. Dalam bidang pendidikan
Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
  1. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
  2. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip,dll dan jurusan K3 FKM UI.
  3. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM,   UNDIP, UI, Unair.
Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus mempelajari K3.
C. Kecelakaan kerja
1. Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
2. Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab dasar (basic causes), dan penyebab langsung (immediate causes)
a. Penyebab Dasar
1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
stress
motivasi yang tidak cukup/salah
2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
tidak cukup rekayasa (engineering)
tidak cukup pembelian/pengadaan barang
tidak cukup perawatan (maintenance)
tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
tidak cukup standard-standard kerja
penyalahgunaan
b. Penyebab Langsung
1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
Bahan, alat-alat/peralatan rusak
Terlalu sesak/sempit
Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
Bising
Paparan radiasi
Ventilasi dan penerangan yang kurang
2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
Gagal untuk memberi peringatan.
Gagal untuk mengamankan.
Bekerja dengan kecepatan yang salah.
Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
Memindahkan alat-alat keselamatan.
Menggunakan alat yang rusak.
Menggunakan alat dengan cara yang salah.
Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
Data-data tentang Kecelakaan Kerja
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 – 2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata – rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com)
Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama Januari-September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak dapat bekerja kembali. “Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja,” ujarnya (www.kompas.co.id)
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
Faktor Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan.
Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
Keselamatan Kerja
Balai K3 Bandung <hiperkes@bdg.centrin.net.id>
Definisi: Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan kerja.
Merupakan sarana utama untuk pencegahan kerugian; cacat & kematian sebagai kecelakaan kerja,
kebakaran, & ledakan.
  • Sasaran
Tempat kerja: darat, udara, dalam tanah, permukaan air, dalam air.
Mencakup: Proses produksi & distribusi (barang & jasa)
  • Peranan keselamatan kerja
Aspek teknis    : Upaya preventif utk mencegah timbulnya resiko kerja
Aspek Hukum    : Sebagai perlindungan bagi tenaga kerja (TK) & orang lain di tempat kerja
Aspek ekonomi    : Untuk efisiensi
Aspek sosial    : Menjamin kelangsungan kerja & penghasilan bagi kehidupan yang layak
Aspek kultural    : Mendorong terwujudnya sikap & perilaku yang disiplin, tertib, cermat, kreatif,
inovatif,   & penuh tanggung jawab.
  • Hampir celaka (near miss): Suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan, dalam kondisi yang sedikit berbeda dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
Contoh: seseorang yang hampir terpeleset, tapi segera berpegangan pada pagar pengaman.
  • Kesadaran akan keselamatan masih rendah, salah satu indikasinya:
Kecelakaan kerja (2005): 96.081 kasus di Indonesia
Kecelakaan kerja  (2006): 92.000 kasus di Indonesia
  • Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya.
Kecelakaan dapat dicegah atau dikurangi dengan menghilangkan atau mengurangi penyebabnya.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tak diharapkan.
Kerugian kecelakaan kerja (5K): kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan & kesedihan, kelainan & cacat, kematian.
  • Penyebab kecelakaan manusia, mesin, lingkungan
- Kondisi yang tidak aman (15%)
- Tindakan yang tidak aman (85%)
  • Konsep modern manajemen keselamatan:
Sebab-sebab kecelakaan: Secara umum ada 2 penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
-Penyebab langsung: Kecelakaan yg bisa dilihat & dirasakan langsung
Penyebab Dasar: (basic cause)
  • Penyebab langsung:
- Unsafe conditions & sub-standard conditions
- Unsafe acts & sub-standard practice
  • Unsafe conditions & sub-standard conditions (kondisi berbahaya): keadaan yang tidak aman pada hakekatnya dapat diamankan/diperbaiki
- Pengaman yang tidak sempurna
- Peralatan/bahan yang tidak seharusnya
-Penerangan kurang/berlebih
- Ventilasi kurang
- Iklim kerja tidak sesuai
- Getaran
- Kebisingan cukup tinggi
- Pakaian tidak sesuai
- Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping)
  • Unsafe acts & sub-standard practice (tindakan yang berbahaya): tindakan/perbuatan yang menyimpang dari tata cara/prosedur aman
- Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
- Menghilangkan fungsi alat pengaman (melepas/mengubah)
- Memindahkan alat-alat keselamatan
- Menggunakan alat yang rusak
- Menggunakan alat dg cara yang salah
- Bekerja dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman
- Mengangkat secara salah
- Mengalihkan perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau)
- Melalaikan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan
- Mabuk karena minuman beralkohol
  • Penyebab dasar kecelakaan kerja:
- Faktor manusia
* Kurangnya kemampuan fisik, mental & psikologi
* Kurangnya pengetahuan & ketrampilan
* Stres
* Motivasi yang salah
- Faktor lingkungan
* Kepemimpinan/pengawasan kurang
* Peralatan & bahan kurang
* Perawatan peralatan yang kurang
* Standar kerja kurang
  • Biaya langsung dari kecelakaan kerja:
- P3K
- Pengobatan
- Perawatan
- Biaya Rumah Sakit
- Angkutan
- Upah (selama tidak bekerja)
-Kompensasi
  • Faktor penyebab kejadian kecelakan di industri, antara lain:
- Kegagalan komponen, misalnya desain alat yang tidak memadai & tidak mampu menahan     tekanan, suhu atau bahan korosif
- Penyimpangan dari kondisi operasi normal, seperti kegagalan dalam pemantauan proses,     kesalahan prosedur, terbentuknya produk samping
- Kesalahan manusia (human error), seperti mencampur bahan kimia tanpa mengetahui jenis &     sifatnya, kurang terampil, & salah komunikasi
Faktor lain, misalnya sarana yang kurang memadai, bencana alam, sabotase, kerusuhan massa.
  • Klasifikasi Kecelakaan kerja:
- Menurut jenis kecelakaan
* Jatuh
* Tertimpa benda jatuh
* Menginjak, terantuk
* Terjepit,terjempit
* Gerakan berlebihan
* Kontak suhu tinggi
* Kontak aliran listrik
* Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi
- Menurut media penyebab
* Mesin
* Alat angkut & alat angkat
* Peralatan lain
* Bahan, substansi & radiasi
* Lingkungan kerja
* Penyebab lain
- Menurut sifat cedera
* Patah tulang
* Keseleo
* Memar
* Amputasi
* Luka bakar
* Keracunan akut
* Kematian
- Menurut bagian tubuh yang cedera
* Kepala
* Leher
* Badan
* Anggota gerak atas
* Anggota gerak bawah
  • Manfaat Klasifikasi :
- Mencegah kecelakaan kerja yang berulang
-Sebagai sumber informasi: faktor penyebab, keadaan pekerja, kompensasi
- Meningkatkan kesadaran dalam bekerja.
  • Pencegahan kecelakaan kerja:
-Peraturan perundangan
- Standarisasi
- Pengawasan
- Penelitian teknik
- Riset medis
- Penelitian psikologis
- Penelitian secara statistik
- Pendidikan
- Latihan-latihan
- Penggairahan
- Asuransi
D. Undang-undang Keselamatan kerja
Pasal 10
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
E. Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan, yang bersifat multidisiplin didalam era global dewasa hadir dan berkembang dalam aspek keilmuannya (di bidang pendidikan maupun riset) maupun dalam bentuk program-program yang dilaksanakan di berbagai sektor yang tentunya penerapannya didasari oleh berbagai macam alasan .
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan 58% penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja. Diperkirakan dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia terpajan bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja dalam beban kerja fisik dan ergonomi yang melebihi kapasitasnya, termasuk pula beban psikologis serta stress. Dikatakan juga bahwa hampir sebagain besar pekerja didunia, sepertiga masa hidupnya terpajan oleh bahaya yang ada di masing-masing pekerjaanya. Dan yang sangat memperihatinkan adalah bahwa hanya 5% hingga 10% dari tenaga kerja tadi yang mendapat layanan kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang. Sedangkan di negara industri tenaga kerja yang memperoleh layanan kesehatan kerja diperkirakan baru mencapai 50%. Kenyataan diatas jelas menggambarkan bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup sehat dan selamat dewasa ini belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak manusia demi untuk dapat bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan dan keselamatannya dengan bekerja ditempat yang penuh dengan berbagai macam bahaya yang mempunyai risiko langsung maupun yang baru diketahui risikonya setelah waktu yang cukup lama. Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu maupun sebagai program memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat.
Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan penyakit-penyakit akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan, biaya-biaya kompensasi yang harus ditanggung akibat cidera, kecacatan akibat terjadinya kecelakaan merupakan beban yang harus dipikul. Belum lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya hari kerja, kerusakan properti, tertundanya produksi akibat terjadinya kecelakaan. Tentunya kerugian (loss) yang diakibatkan masalah kesehatan maupun masalah keselamatan bila tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat ini maupun dikemudian hari. Karena itulah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan maupun dalam berbagai bentuk programnya sangat diperlukan agar kerugian yang kelak dapat terjadi bisa diperkecil atau ditiadakan kalau memang memungkinkan.
Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi seperti yang diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada tingkat internasional, regional naupun nasional. Kita ketahui ada berbagai konvensi yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan pada tingkat internasional maupun regional yang perlu dipatuhi. Adapula dalam berbagai bentuk regulasi atau standar-standar tertentu yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan. Dalam hubungan inilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai keilmuan maupun sebagai program berfungsi membantu pelaksanaan penerapan aspek legal. Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya melalui penelitian atau riset yang dilakukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut membantu pula memberi masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan standar-standar tertentu dalam bidang kesehatan dan keselamatan.
Dengan demikian kehadiran Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai sektor bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, dan alasan yang kedua adalah alasan ekonomi agar tidak terjadi kerugian dan beban ekonomi akibat masalah keselamatan dan kesehatan, serta alasan yang ketiga adalah alasan hukum.
F. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat multidisiplin maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu dan alasan tetentu perlu dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus. Secara umum adalah memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami pendekatan masing keilmuan yang terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya.
Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya adalah bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Terintegrasi (Integrated Occupational Health and Safety Management System) yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
Perlunya organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat.
G. Deskripsi-Deskripsi Lainnya
1)        Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan
termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah     Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing     perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit     menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja     (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu     tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi     dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus     bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.  Faktor     keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada     gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin     sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
2)    Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk     menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya     dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan     sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam     usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa     maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan     konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko     kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah     terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan     itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun     1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan     menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai     hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan     dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-    undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya     yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai     menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang     lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di     dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan,     pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,     pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang     mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak     kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia     K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan     lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan     mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

Lingkungan Hidup

H. Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan
1. Pengertian kesehatan
a) Menurut WHO
“Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”
b) Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan
“Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”
2. Pengertian lingkungan
Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960)
“ Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.”
Menurut Encyclopaedia Americana (1974)
“ Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme.”
Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976)
“ Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala     keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat     kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”
3. Pengertian kesehatan lingkungan
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)
“ Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara     manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat     dan bahagia.”
Menurut WHO (World Health Organization)
“Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat     menjamin keadaan sehat dari manusia.”
Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen)
“ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju     keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.”
4. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan :
1) Penyediaan Air Minum
2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3) Pembuangan Sampah Padat
4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian pencemaran udara
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman
12) Aspek kesling dan transportasi udara
13) Perencanaan daerah dan perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan pariwisata
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana
alam dan perpindahan penduduk.
17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
Menurut Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8 :
1) Penyehatan Air dan Udara
2) Pengamanan Limbah padat/sampah
3) Pengamanan Limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana.
5. Sasaran kesehatan lingkungan (Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992)
1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis.
4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum.
5) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.
6. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
1) Sebelum Orba
  • Th 1882 : UU ttg hygiene dlm Bahasa Belanda.
  • Th 1924 Atas Prakarsa Rochefeller foundation didirikan Rival Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen.
  • Th 1956 : Integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan di Bekasi hingga didirikan Bekasi Training Centre
  • Prof. Muchtar mempelopori tindakan kesehatan lingkungan di Pasar Minggu.
  • Th 1959 : Dicanangkan program pemberantasan Malaria sebagai program kesehatan lingkungan di tanah air (12 Nopember = Hari Kesehatan Nasional)
2) Setelah Orba
  • Th 1968 : Program kesehatan lingkungan masuk dalam upaya pelayanan Puskesmas
  • Th 1974 : Inpres Samijaga (Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga)
  • Adanya Program Perumnas, Proyek Husni Thamrin, Kampanye Keselamatan dan kesehatan kerja, dll.
7. Masalah-masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia
1. Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
b. Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)
c. Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)
2. Pembuangan Kotoran/Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut :
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar diperlukan, harus
dibatasi seminimal mungkin.
f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
3. Kesehatan Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
4. Pembuangan Sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan faktor-faktor/unsur :
a. Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola kehidupan/tk sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi.
b. Penyimpanan sampah.
c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.
d. Pengangkutan
e. Pembuangan
Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.
5. Serangga dan Binatang Pengganggu
Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.
6. Makanan dan Minuman
Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel).
Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan meliputi :
a. Persyaratan lokasi dan bangunan;
b. Persyaratan fasilitas sanitasi;
c. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan;
d. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi;
e. Persyaratan pengolahan makanan;
f. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi;
g. Persyaratan peralatan yang digunakan.
7. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan problem perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll. Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah out door pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran pada beberapa kelompok resiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan. Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernafasan akut, iritasi pada mata, terganggunya jadual penerbangan, terganggunya ekologi hutan.

8. Penyebab masalah kesehatan lingkungan di Indonesia

1. Pertambahan dan kepadatan penduduk.
2. Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat dari sebagian besar penduduk.
3. Belum memadainya pelaksanaan fungsi manajemen.
9. Hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan pemukiman
Contoh hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan pemukiman diantaranya sebagai berikut :
1. Urbanisasi >>>kepadatan kota >>> keterbatasan lahan >>>daerah slum/kumuh>>>sanitasi kesehatan lingkungan buruk
2. Kegiatan di kota (industrialisasi) >>> menghasilkan limbah cair >>>dibuang tanpa pengolahan (ke sungai) >>>sungai dimanfaatkan untuk mandi, cuci, kakus>>>penyakit menular.
3. Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi)>>>emisi gas buang (asap) >>>mencemari udara kota>>>udara tidak layak dihirup>>>penyakit ISPA.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management